Rabu, 14 Mei 2008

gunung krakatau

Tiga bulan sebelum gunung Krakatau meletus pada 27 Agustus 1883, sebuah kapal pesiar Elizabeth mengumumkan rencana perjalanan wisata ke Gunung Krakatau. Pengumuman ini langsung disambut para bangsawan Eropa yang ada di Batavia, Bogor, dan Jawa Tengah untuk menyaksikan fenomena alam gunung yang berada di Selat Sunda tersebut. Sebanyak 86 tiket seharga 25 guilder langsung habis untuk keberangkatan wisata yang berlangsung pada 26 Mei 1883 tersebut.

Ketertarikan para turis asing ini karena keingintahuan mereka pada gunung Krakatau. Diketuhui, sebelum kapal wisata tersebut berlayar, Krakatau sudah mengalami 2 kali letusan yang cukup dahsyat sepanjang Mei 1883.

Pada 9 Mei 1883, atau 17 hari sebelum perjalanan wisata tersebut, Krakatau mengeluarkan letusan yang maha dahsyat. Bahkan getarannya hingga terasa menggoyangkan mercusuar yang ada di tepi Pantai Anyer. Seorang petugas pemantau saat itu mengabarkan, bahwa kepulan asap dan debu yang keluar dari Krakatau mencapai 11.000 meter.
Letusan ini berlanjut hingga sepekan sebelum keberangkatan Elizabeth. Seorang pendeta yang sedang berlayar melintasi Selat Sunda menyaksikan letusan itu dan mencatatkan kejadian ini dengan sebuah prosa menarik. Pendeta itu mendefinisikan kepulan asap disertai debu yang keluar dari Krakatau saat itu bagaikan bunga kol yang menggumpal di sebuah puncak pegunungan yang hijau.

Dua peristiwa yang berlangsung sepanjang Mei tersebut ternyata menjadi daya tarik orang-orang untuk mengunjungi Krakatau. Walau tak sempat melepas sauh hingga ke tepi Krakatu, Elizabeth menyediakan perahu kecil bagi wisatawan yang hendak menjejakkan kakinya ke tanah Krakatau. Demikianlah Simon Winchester yang menceritakannya padaku melalui bukunya ‘Krakatau, Ketika Dunia Meledak, 27 Agustus 1883′.

POTENSI ATAU ANCAMAN
Saat ini Gunung Anak Krakatau yang merupakan pecahan dari letusan Gunung Krakatau sedang menunjukkan aktivitasnya. Sejak akhir Oktober lalu, aktivitas Gunung Anak Krakatau mengalami beberapa kali letusan vulkanik A, vulkanik B, dan tremor (gempa terus-menerus). Pemprov Banten melalui Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah pun sudah mengimbau masyarakat untuk waspada tapi tak perlu risau dengan kejadian ala mini. Masyarakat diminta untuk mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 3 kilometer.

Bagi sebagian orang, letusan yang pada malam hari mengeluarkan pijar ini dianggap sebagai sebuah ancaman. Peristiwa tsunami di Nangroe Aceh Darussalam yang menelan korban hingga ratusan ribu jiwa menjadikan sebagian masyarakat trauma. Sehingga mereka juga kerap mengkhawatirkan, letusan Gunung Anak Krakatau itu bisa menjadi pertanda bakal datangnya tsunami.

Padahal pada sebagian masyarakat lainnya, terutama warga setempat, letusan yang terjadi di Gunung Anak Krakatau tersebut sebagai fenomena alam biasa. Bahkan mereka kerap penasaran untuk menyaksikan kejadian alam ini. Sehingga masyarakat sering begadang untuk melihat pijar yang keluar dari letusan anak Krakatau.

Ketakutan yang berlebihan pada aktivitas Gunung Anak Krakatau ini ternyata berdampak buruk pada dunia pariwisata di sepanjang Pantai Anyer hingga Pandeglang. Kabar meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau usai tsunami di Aceh pada Desember pada 2004, sempat meluluhlantakan dunia pariwisata yang terkenal dengan keindahan pantainya ini. Tingkat hunian hotel di kawasan wisata ini merosot hingga titik nadir yang mengkhawatirkan.
Turunnya kunjungan wisata ini tentu saja berdampak pada pendapatan ekonomi warga setempat yang menggantungkan penghidupannya pada pariwisata. Para pemandu wisata, pedagang, penyewa ban, pemilik penginapan, rumah makan, dan ragam jasa wisata lainnya nyaris mati suri akibat kekhawatiran terhadap aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Tanpa berkehendak melawan kekuatan alam, kekhawatiran yang berlebihan ini seharusnya tak terjadi. Sudah berulangkali dikabarkan, hingga saat ini belum ada teknologi dan pengetahuan yang bisa memastikan kapan datangnya gempa yang bisa menimbulkan tsunami. Bencana itu bisa datang kapan saja dan di mana saja. Yang perlu dilakukan adalah kewaspadaan dan kesadaran masyarakat untuk bisa mengambil langkah cepat dalam mengantisipasi datangnya bencana.

Tidak ada komentar: